Sabtu, 27 April 2013

komparasi penokohan dalam novel edensor karya andrea hirata dan menebus impian karya abidah


BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
“Karya sastra merupakan institusi sosial yang menggunakan media bahasa dalam menyampaikan pikiran dan imajinasi pengarang” (Wellek dan Warren,1995:109) Eksistensi karya sastra, sebenarnya tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang timbul di tengah masyarakat. Melalui konflik dan konfrontasi yang timbul di tengah-tengah masyarakat akan mecetusan pemikiran untuk merangkaikan peristiwa atau konflik tersebut dengan medium bahasa yang indah, menakjubkan serta menggugah hati pembacanya.
Sebagai media penyampaian pesan yang dilakukan oleh pengarang untuk meluapkan emosinya. “Sastra ( karya sastra ) dalam konsep romantik didefinisikan sebagai suatu ciptaan, suatu kreasi yang merupakan luapan emosi yang spontan dan sastra itu bersifat otonom, tidak mengacu pada sesuatu yang lain, dan mempunyai koherensi antara unsur-unsurnya. Definisi secara historik bahwa sastra adalah karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan yang mampu mengungkapkan aspek estetik baik didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna”  ( Fananie,2002:5-6 )
Menurut Yani dan Mumun (2005:253) karya sastra adalah segala bentuk kenyataan-kenyataan dan atau peristiwa-peristiwa yang bersumber dari masyarakat. Peristiwa yang terjadi di tengah masyarakat, diangkat dan diungkapkan secara imajinatif dengan menginterpretasi dengan daya imajinasi sehingga menghasilkan karya sastra yang value ( bernilai ) tinggi di tengah-tengah penikmat sastra itu. Pencitraan berupa kesedihan, kepedihan, kebahagian, kesengsaraan, suka - duka yang dialami oleh manusia di tengah masyarakat ditafsirkan dengan penuh penghayatan sehingga membawa pembaca ikut masuk dalam karya sastra itu.
Sedangkan menurut Atar (2012:1) bahwa sastra lahir disebabkan oleh dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan dirinya, menaruh minat terhadap masalah manusia dan kemanusiaan, dan menaruh minat terhadap dunia realitas yang berlangsung sepanjang hari dan sepanjang zaman. Sastra diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap perkembanga intelek, estetik, serta manifestasi budaya.
Dikatakan sebagai manifestasi budaya, karya sastra dibentuk oleh masyarakat itu sendiri. Sebagai manifestasi kebudayaan, tentunya karya sastra merupakan tolak ukur atau cerminan masyarakat pada zamannya, dan akan mengkontaminasi zaman sekarang serta zaman yang akan datang. Warren dan Wallek ( 1995:11 ) mengatakan bahwa sastra tidak terlepas dari unsur budaya. Budaya yang tercipta merupakan hasil pemikiran masyarakat tentang keadaan, peristiwa yang terjadi pada saat itu, sehingga seorang  pengarang berinisiatif menulis dengan berbagai penafsiran.
Menurut Teeuw ( dalam Pradopo, 2012:80) karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya, termasuk dalamnya karya sastra. Karya sastra harus memiliki daya pikat tersendiri terhadap batin dan jiwa penikmatnya. Daya gugah ini akan menjadi senjata pengarang untuk menggambarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam kurun waktu yang relatif lama, sehingga menjadi misteri dan terus dicari keberadaannya atau keabsahannya oleh masyarakat.
Dari beberapa pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa karya sastra merupakan luapan emosi dan kreatifitas pengarang secara spontan yang bersifat otonom dan memiliki nilai estetik tinggi baik berasal dari nilai kebahasan dan nilai makna tentang suatu peristiwa-peristiwa dan atau konflik-konflik di tengah-tengah masyarakat yang diungkapkan dengan menginterpretasi peristiwa atau konflik dengan daya imajinatif pengarang.
Dalam “The American College Dictory” novel adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh,gerak serta adegan kehidupan nyata yang reprensentatif dalam suatu alur atau keadaan yang agak kacau atau kusut.( Tarigan, 1994:164 ) Sedangkan Virgina Wolf ( dalam Tarigan,1994:164 ) mengatakan bahwa “ sebuah roman atau novel ialah terutama sekali sebuah ekspolarasi atau kronik penghidupan; merenungkan dan melukiskan dalam bentuk yang tertentu, pengaruh, ikatan, hasil, kehancuran atau tercapainya gerak-gerik manusia.
Karya sastra berupa novel esensinya merupakan penggambaran sebuah kejadian atau peristiwa dalam masyarakat yang digambarkan oleh tokoh dengan berbagai karakter dan situasi tertentu. Tokoh dalam suatu novel, tentunya memiliki peranan yang sangat urgen di dalam mengatur konflik sesuai dengan karakter yang telah diatur dengan alur atau gaya bercerita pengarang.
Pengarang memikirkan keberadaan tokoh sebagai sentral dalam karya sastra khsusunya novel, dipikirkan sebagai “ complex of potensial of action “ atau “ suatu kompleks potensial aksi “ ( Brooks dan Warren dalam Tarigan, 1994:149 ). Seorang tokoh dalam novel memiliki gerak yang berbeda-beda, tentu saja tidak semua gerak yang dilakoninya. Tergantung dengan kesesuaian karakter apa yang sangat potensial ada pada tokoh tersebut.
Tokoh atau penokohan, tentunya akan menarik bilamana ada aksi atau reaksi yang ditimbulkan oleh tokoh. Aksi atau reaksi yang ditimbulkan menghasilkan sorot pandang penikmat untuk menilai dan mengatur diri untuk tertarik dalam penceritaan isi cerita melalui alur, konflik, maupun resolusi yang akan timbul nantinya. Ini akan tergantung kepada pengarang didalam mengatur content cerita fiksi tersebut.
Boulton ( dalam Aminuddin, 2011:79 ) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Penggambaran tokoh oleh pengarang, bisa saja dengan menggambarkan tokoh sebagai  pelaku yang hidup dengan sederhana dalam imajinasi atau dalam mimpi, pelaku yang memiliki semangat perjuangan dalam mempertahankan hidupnya, pelaku yang memiliki cara sesuai  dengan kehidupan manusia yang sebenarnya, maupun pelaku yang egois, kacau, dan mementingkan dirinya.
Dalam cerita fiksi ( novel ) pengilustrasian pelaku atau tokoh  yang memerankan lakon itu, tidak hanya manusia saja, akan tetapi bisa binatang yang dicitrakan berperilaku atau karakter sebagai manusia, tergantung pengarang menggunakan media binatang seperti anjing, kucing, rusa, monyet, dan sebagainya. Hal tersebut tidak menjadi masalah dalam dunia fiksi atau cerita, tergantung cara pengarang untuk melukiskan tokoh tersebut.
Novel yang menjadi kajian penulis adalah novel Edensor karya Andrea Hirata yang terdiri dari 290 halaman cetakan ketujuhbelas yang diterbitkan oleh PT Bentang Pustaka dan novel Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy yang terdiri dari 304 halaman cetakan keempat yang diterbitkan oleh Qalbiymedia. Kedua novel tersebut menceritakan perjuangan para tokohnya untuk mengejar mimpi mereka. Perjuangan yang dilakoni oleh tokoh, tentunya  dilakukan dengan berbagai cara dan tentunya mendapatkan ribuan dan bahkan jutaan halangan dan rintangan untuk mengejar mimpi mereka.
Andrea Hirata, tentunya memiliki alasan tersendiri menulis novel Edensor.  Melihat keadaan masyarakat Belitung yang kaya dengan potensi timah, namun penduduk pribumi hanya bisa terjajah dengan menjadi buruh kasar para cukong Belanda. Dengan menggunakan pendekatan sosiologi, antropologi dan kekuatan imajinasinya, Andrea Hirata mampu  mendeskrifsikan penindasan-penindasan serta kehidupan masyarakat Belitung yang jauh dari keterbelakangan dan masih awam dalam pemikiran. Dengan gaya bahasa, pemilihan tema, alur, dan gaya bahasa yang imajinatif, pengarang mampu mengubah pemikiran pembaca dan menarik perhatian penikmat sastra.
Begitu juga halnya dengan Abidah, dengan kekuatan emosi, daya imajinasi yang tajam menggambarkan keadaan keluarga tokoh yang harus bekerja keras meraih mimpi serta bertahan hidup dari penindasan dan aniaya suami serta orang-orang terdekatnya yang mencoba menodai kehidupan sang tokoh. Pengarang sangat jeli memilih kata-kata yang kaya akan diksi, gaya bahasa, sehingga mampu menghipnotis pembaca serta menyertakan pembaca untuk menginterpretasi makna  yang terkandung dalam tiap baris, maupun halaman, sehingga penikmat sastra merasa penasaran untuk membuka halaman demi halaman.
Dalam novel Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah. Menceritakan tokoh yang sama-sama memiliki impian yang harus dicapai. Tokoh Ikal dalam novel Edensor dan tokoh Nur dalam novel Menebus Mimpi, mengawali kesuksesan mereka dengan bermimpi. Kedua tokoh tersebut, berpikir dan bekerja keras untuk mengejar mimpi mereka dengan berbagai cara.
Tokoh Ikal dan Nur. Dalam isi novelnya, Ikal cendrung memiliki perbedaan yang sangat jauh dengan Nur. Perbedaan yang dimaksud bahwa tokoh Ikal dalam novel Edensor lebih bersifat pemberani dalam mengejar mimpinya, dan Ikal tidak takut ancaman bahaya yang mengancam nyawanya. Dalam novel Menebus Mimpi tokoh Nur, lebih bersifat penurut kepada orang tua ( ibunya ) untuk terus mengejar mimpinya, walau di tengah cerita, Nur harus cuti kuliah menjadi pelayan hiburan dan berbisnis Network Marketing demi mengejar mimpinya.
Novel Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy memiliki persamaan yakni, kedua tokoh mengawali kesuksesan dengan mimpi. Mimpi tersebut diwujudkan dengan bekerja keras. Ikal sebagai tokoh utama dalam novel Edensor demi mengejar cita-cita untuk kuliah ke Paris. Ikal sejak duduk dibangku SMA bekerja menjadi kuli panggul pada pengusaha ikan berketurunan Tiong Hua. Semenjak kuliah di Bogor, Ikal bekerja menjadi tukang sortir surat di Kantor Pos, sedangkan Nur dalam novel Menebus Mimpi, demi mengejar mimpinya untuk membahagiakan ibunya, ia rela menjadi pelayan hiburan malam dan menjadi sales network marketing.


Melihat perbedaan dan persamaan penokohan atau karakater yang digambarkan oleh pengarang kedua novel tersebut. Penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh tentang penokohan kedua novel tersebut. Peneliti kemas dalam judul Komparasi Penokohan Dalam Novel Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy
  1. Identifikasi Masalah
Berkaitan dengan Novel Edensor dan Menebus Mimpi sebagai objek penelitian, beberapa masalah yang dapat diidentifikasi antara lain :
1.      Novel “Edensor dan Menebus Mimpi “ mengandung nilai budaya yang sangat tinggi khususnya mengenai identitas bangsa Melayu di Belitung dan Jawa. Hal ini dapat dikaji dengan teori antropologi sastra
2.      Novel “ Edensor dan Menebus Mimpi “ mengandung banyak gaya bahasa pengarang yang dapat memikat hati pembaca. Hal ini dapat dikaji dengan teori stalistika
3.      Novel “Edensor dan Menebus Mimpi “ memiliki nilai sosial yang tinggi. Hal ini dapat dikaji dengan teori sosiologi sastra
4.      Novel “Edensor dan Menebus Mimpi “ memiliki persamaan dan perbedaan dari segi penokohannya. Hal ini dapat dikaji dengan studi komparasi.


  1. Fokus Masalah
Berdasarkan keempat identifikasi masalah di atas, maka penelitian ini difokuskan pada point yang keempat. Komparasi Penokohan Dalam Novel “Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy “ dengan menggunakan studi komparasi
  1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah berikut
1.      Bagaimanakah perbedaan dan persamaan pelukisan penokohan dalam novel “Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy “ ?
2.      Bagaimakah kaitan antara penokohan dengan unsur-unsur pembangun yang lain dalam novel “Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy “ ?
  1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini dilaksanakan yaitu, antra lain ;
1.      Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan pelukisan penokohan dalam novel “Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy
2.      Mendeskripsikan kaitan antara penokohan dan unsur – unsur pembangun yang lain dalam novel “ Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy “
  1. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat baik secara teroritis dan praktis
1.      Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian bermanfaat sebagai :
a.       Sebagai acuan untuk melakukan penelitian yang sejenis dalam penelitian sastra
b.      Sebagai acuan didalam pengembangan analisis karya sastra, hal ini berkaitan denga teori komparasi
c.       Sebagai acuan dalam teori kesusastraan khususnya dibidang penokohan


2.      Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat :
a.       Agar pembaca dapat mengetahui bentuk komparasi penokohan dalam novel “    Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy “
b.      Agar pembaca dapat mengetahui makna nilai perjuangan dan kekuatan mimpi yang terkandung dalam novel “Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy “
c.       Agar pembaca dapat mengapresiasikan diri dengan nilai-nilai yang terkandung dalam novel “ Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy “


BAB II
LANDASAN TEORI
  1. Konsep Novel
Novel berasal dari bahasa Latin novellas, yang terbentuk dari kata novus yang berarti baru atau new  dalam bahasa Inggris. Novel adalah karya sastra yang datang dari karya sastra lainnya seperti puisi dan drama. Dalam “ The Advanced Learner’s Dictonary of Current English “( dalam Tarigan, 1994 : 164) mengatakan bahwa novel adalah suatu cerita dengan suatu alur, cukup panjang mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif.
Novel merupakan salah satu wujud cerita rekaan yang mengisahkan salah satu bagian nyata dari kehidupan orang-orang dengan segala pergolakan jiwanya dan melahirkan suatu konflik yang pada akhirnya dapat mengalihkan jalan kehidupan mereka atau nasib hidup mereka. Nurgiyantoro (2010:22) menyatakan bahwa novel merupakan sebuah totalitas, suatu kemenyeluruhan yang bersifat artistik. Sebagai sebuah totalitas, novel mempunyai bagian-bagian dan unsur-unsur yang saling berkaitan satu dengan yang lain secara erat dan saling menggantungkan.
Sumarjono ( dalam Wijaya dan Wahyuningtyas, 2010:47 ) mengatakan bahwa novel adalah produk masyarakat. Sebagai produk masyarakat dan berada di masyarakat, roman ( novel ) dibentuk oleh anggota masyarakat berdasarkan desakan-desakan emosional dan atau rasional dalam masyarakat. Goldmann ( dalam Faruk, 2012:90 ) mendefinisikan novel sebagai cerita tentang suatu pencarian yang terdegradasikan akan nilai-nilai yang otentik yang dilakukan oleh tokoh utama yang problematik dalam sebuah dunia yang juga terdegradasi.
Sementara itu, W. Kramer dalam bukunya Inleidign tot de stilistiche Interveratasi van Literaire Kunts mengatakan bahwa wujud novel ialah konsentrasi, pemusatan kehidupan suatu saat dalam suatu kritis yang memusatkan ( dalam Wahyu dan Wahyuningtyas, 2010:46 ). Virgina Wolf ( dalam Tarigan, 1994:164 ) mengatakan bahwa sebuah roman atau novel ialah terutama sekali sebuah ekspolarasi atau kronik penghidupan; merenungkan dan melukiskan dalam bentuk yang tertentu, pengaruh, ikatan, hasil, kehancuran atau tercapainya gerak-gerik manusia.
Sebagai salah satu bentuk karya sastra yang menampilkan gambaran kehidupan masyarakat yang memiliki unsur pembangun berupa unsur intrinsik dan ekstrinsik. Nurgiyantoro (2010:23) menyatakan bahwa unsur yang membangun sebuah novel ada dua, yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra. Unsur yang dimaksud dalam unsur intrinsik ini diantaranya adalah peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain.
Sedangkan unsur ekstrinsik yaitu unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Sebagaimana unsur instrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah unsur. antara lain adalah subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya.
Nilai-nilai otentik dalam sebuah novel dimaksudkan nilai-nilai yang mengorganisasikan dunia novel secara keseluruhan meskipun hanya secara implisit. Novel juga menggambarkan atau menyajikan kehidupan itu sendiri. “Kehidupan sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial yang meniru alam dan dunia subjektif pengarang”        ( Warren dan Wallek, 1995:109 )
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa novel adalah suatu roman yang menceritakan kehidupan masyarakat yang bersifat dinamis dengan meniru alam dan subjektif manusia dengan imajinasi pengarang yang bermuatan nilai-nilai positif dengan pemusatan kehidupan manusia suatu saat dalam suatu kritis yang memusatkan.
Pada dasarnya novel berbeda dengan cerpen. Novel tidak mampu menceritakan isi secara padat tentang kandungan cerita. Namun disisi lain novel lebih mudah dibandingkan dengan cerpen. Dikatakan sangat mudah, karena novel pada dasarnya tidak dibebani tanggungjawab untuk menyampaikan isinya secara cepat dan padat. Dikatakan sukar karena novel ditulis dengan jumlah yang halaman yang banyak sehingga mengandung satuan-satuan organisasi yang lebih luas daripada cerpen (Stanton, 2012:90)
Novel dengan cerpen memiliki perbedaan yang mendasarkan, dilihat dari segi kuantitas kata dan halamanya serta waktu membacanya. Berikut ini akan disajikan perbedaan novel dengan cerpen secara terperinci yang dikutip dari Wahyu dan Wahyuningtyas (2010:52 )


No
Ciri-ciri
Cerpen
Novel
1
Jumlah kata
10.000 kata
35.000 kata
2
Jumlah halaman
30 maksimal
80 – 300 halaman
3
Jumlah waktu
10-30 menit
120-600 menit
4
Bergantung pada
Hanya 1 situasi
Lebih dari 1 situasi
5
Impresi
Satu
Lebih dari satu
6
Efek
Satu
Lebih dari satu
7
Emosi
Satu
Lebih dari satu
8
Skala
Lebih sempit
Lebih luas
9
Seleksi
Lebih ketat
Lebih luwes
10
Kepadatan / Intensitas
Lebih diutamakan
Kurang diutamakan
11
Kelajuan
Lebih cepat
Kurang cepat

Berdasarkan perbedaan di atas Brook, dkk ( dalam Tarigan,1994:165 ) dalam bukunya “ An approach to Literature “ menyimpulkan bahwa :
a.       Novel bergantung pada tokoh
b.      Novel menyajikan lebih dari satu impresi
c.       Novel menyajikan lebih dari satu efek
d.      Novel menyajikan lebih dari satu efek


  1. Jenis – Jenis Novel
Menurut Muctar Lubis ( dalam Tarigan,1994:165-169 ) novel ada berbagai macam, antara lain :
a.       Novel Avountor   
b.      Novel Psikologis
c.       Novel Detektif
d.      Novel Sosial atau Novel Politik
e.       Novel Kolektif
f.       Novel Kolektif
Berikut ini akan dijelaskan masing-masing dari ke enam novel di atas :
a.       Novel Avountor
Dalam novel avountor cerita dipusatkan kepada tokoh utama yang menceritakan pengalaman-pengalaman dari masa tokoh utama berjaya ( Kebahagian atau kepedihan ) sampai akhir cerita pengalaman tokoh yang dalam perjalannnya mengalami rintangan-rintangan.
b.      Novel Psikologis
Novel psikologis berbeda dengan roman avountur yang menceritakan secara berturut-turut terjadi ( baik lahir hingga rohani ), tetapi roman psikologis lebih diutamakan pemeriksaan seluruhnya dari semua pikiran-pikiran para pelaku.


c.       Novel Detektif
Novel detektif biasanya terdapat clue, atau tanda bukti, baik dalam seorang pelaku atau tanda-tanda lain yang sengaja dipergunakan untuk meragukan pikiran pembaca untuk menunjukan akhir suatu cerita.
d.      Novel Sosial atau Novel Politik
Bentuk novel sosial, pelaku lebih cendrung tenggelam dalam stratafikasi sosialnya ( kelas atau golongan ). Tingkatan golongan ini akan menimbulkan konfrontasi atau bentrok-bentrok yang diakibatkan oleh kepentingan masing-masing golongan. Dalam novel ini persoalan ditinjau dari persoalan golongan-golongan dalam masyarakat, reaksi setiap golongan terhadap masalah-masalah yang timbul, dan pelaku hanya sebagai pendukung jalan cerita
e.       Novel Kolektif
Dalam novel kolektif, individu sebagai pelaku tidak dipentingkan. Dalam novel kolektif mengutamakan cerita  masyarakat sebagai totalitas. Novel ini mencampurkan pandangan-pandangan antara unsur budaya dengan unsur masyarakat
Sedangkan menurut Goldman dari Luckas (dalam Faruk, 2012:92 ) membedakan novel menjadi tiga, yakni ; novel idealisme abstrak, novel psikologis, dan novel pendidikan. Novel idealisme abstrak menampilkan tokoh yang masih menyatu dengan dunia, novel ini masih mengutamakan idealisme. Akan tetapi, karena persepsi tokoh itu tentang dunia bersifat subjektif, didasarkan pada kesadaran yang sempit, idealismenya menjadi abstrak.
Berdasarkan penjabaran tentang jenis-jenis novel di atas, penulis menyimpulkan bahwa novel Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy, termasuk dalam novel avountur karena model penceritaannya tokoh di pusatkan pada suatu keadaan yang mengisahkan tokoh merasakan kebahagian hingga kesengsaraannya.
  1. Unsur – Unsur Pembangun dalam Novel
Karya sastra seperti novel memiliki elemen-elemen pembangun yang menjadikan karya sastra indah, menarik, dan dikonsumsi oleh penikmat sastra. Elemen pembangun dalam novel ada dua yakni, unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik novel meliputi: tema, alur, penokohan, latar, gaya bahasa, konflik, resolusi, point of view, sedangkan unsur pembangun di luar karya sastra yakni unsur ekstrinsik berupa lingkungan masyarakat, tokoh itu sendiri,biografi pengarang,budaya, agama, dan sebagainya
a.      Unsur Intrinsik
Kaitannya dengan unsur intrinsik dalam novel tidak dijelaskan secara mendetail tentang tema, alur, setting, gaya bahasa, dan sebagainya. Akan tetapi penulis hanya menfokuskan pada penokohan dalam novel yang juga menjadi bagian unsur intrinsic



1.      Tema
Setiap karya fiksi haruslah memiliki tujuan atau sasaran yang ingin dicapai,karena hal itu berkaitan dengan gagasan, ide pokok, pikiran pengarang tentang karya sastra yang akan dibangun. “ Tema tidak harus ditampakan oleh penulis, karena tema bisa bersifat tersurat dan penikmat akan menentukan tema dari suatu karya sastra” ( Fananie,2002:84). Pokok pikiran pengarang tentang cerita yang disampaikan bisa berada diawal, ditengah maupun diakhir paragrap.
Menurut Brooks, dkk ( dalam Tarigan,1994:125 ) mengatakan tema adalah pandangan hidup yang tertentu atau perasan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai tertentu yan membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama suatu karya sastra. Tema memiliki kaitan yang erat dengan penokohan, dengan adanya peran tokoh dalam karya sastra, maka tema cerita dapat diketahui oleh penikmat sastra.
2.      Alur/ Plot
Salah satu element yang sangat penting dalam menentukan suatu cerita adalah plot cerita. Luxembrux menyebut alur atau plot adalah konstruksi yang dibuat pembaca mengenai deretan suatu peristiwa yang secara logis dan kronologis saling berkaitan dan diakibatkan atau dialami oleh pelaku ( Luxembrux dalam Fananie,2002:93). Plot tidak hanya dilihat dari kedudukan satu topik dan topik yang lain, melainkan dirangkaikan dengan elemen-elemen lain, seperti karakter tokoh, pikiran pengarang yang tercermin dalam tokoh-tokohnya.
3.      Setting / Latar
Dalam karya sastra, setting merupakan satu elemen pembentuk cerita yang sangat penting, karena elemen tersebut akan dapat menentukan situasi umum suatu karya sastra ( Abrham, dalam Fananie, 2002:97 ). Dari kajian setting akan diketahui sejauhmana kesesuaian dan korelasi antara perilaku dan watak tokoh dengan kondisi masyarakat, situasi sosial, dan pandangan masyarakatnya. Disamping itu, letak geografis, kondisi wilayah akan menentukan watak-watak tokohnya ( Fananie, 2002:98 )
4.      Gaya bahasa
Dalam sastra, gaya bahasa sangat dibutuhkan untuk memikat penikmat sastra itu sendiri. Dengan gaya bahasa, pembaca dapat mengetahui karakter penulis dalam mendeskrifsikan tokohnya. Stanton ( 61 : 2012 ) mengatakan bahwa, gaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa.


b.      Unsur Ekstrinsik dalam Novel
“Unsur ekstrinsik yang berada di luar karya sastra, secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Keberadaan biografi pengarang, masyarakat, sosial, budaya, agama, dan masyarakat, secara totalitas menjadi elemen yang memperkaya bangun cerita yang dihasilkan” ( Nurgiyantoro, 2010: 23-24). Unsur ekstrinsik menjadi satu kesatuan dengan unsur intrinsik karya sastra.
  1. Penokohan
Sebagian besar dari tokoh dalam karya sastra merupakan tokoh rekaan yang menjadi imajinasi pengarang. Walaupun hanya  rekaan atau imajinasi pengarang, masalah penokohan merupakan hal yang penting didalam keberadaan suatu karya sastra. Tokoh tidak hanya berperan dalam memainkan cerita, akan tetapi berperan dalam menyampaikan ide, plot, tema, serta amanat yang dikandung dalam karya sastra ( Fananie, 2002:86 )
Jones ( dalam Nurgiyantoro, 2010: 165 ) mengatakan bahwa, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang karakter seseorang yang ditampilkan dalam cerita. Tokoh dalam karya sastra memiliki peran yang penting didalam menarik simpati pembaca, tokoh harus ada aksi dan reaksi di dalam memikat hati penikmat sastra itu.  Pengarang sebagai pencipta karya sastra harus memikirkan tokoh sebagai “ Complex of potentialitas of action “ atau sebagai “ kompleks potensialitas aksi “ ( Brooks dan Warren dalam Tarigan,1994:149 ).
Penokohan atau sering disebut karakterisasi merupakan sesuatu yang otentik dalam penggambaran tokoh. “ Penokohan diartikan sebagai karakter sedangkan tokoh, diartikan sebagai orang, pelaku cerita. Penokohan sebagai tokoh-tokoh cerita yang ditampilkan, dan sebagai sikap, ketertarikan, keinginan, emosi, dan prinsip moral yang dimiliki oleh tokoh tersebut”. ( Stanton dalam Nurgiyantoro, 2010:165 )
Nurgiyantoro (2010:166) membedakan antara tokoh dan perwatakan dengan penokohan. Penokohan memberikan gambaran tentang totalitas dan perwujudan tentang siapa tokoh dan perwatakan tersebut. Tokoh, watak, dan segala emosi yang dikandungnya adalah aspek isi, sedangkan tehnik perwujudannya dalam karya fiksi adalah bentuk. Jadi  penokohan terdapat dua aspek, yakni aspek isi dan aspek bentuk. Sebenarnya, apa dan siapa tokoh cerita tidak terlalu penting, selama pembaca dapat mengidentifikasi diri pada tokoh-tokoh tersebut ( Jones dalam Nurgiyantoro, 2010:166 )
Dari pendapat diatas, penulis dapat simpulkan bahwa penokohan adalah karateristik atau penggambaran seseorang dengan jelas dari sebuah cerita dengan pemanfaatan tokoh dalam melakukan aksi dan reaks dalm isi cerita, sehingga mewakili pengarang dalam menyampaikan ide-ide , gagasan, dan pikiran pengarang tentang suatu peristiwa atau konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.


a.      Macam-Macam Penokohan
Bagian ini akan dipaparkan macam-macam penokohan dalam novel yang dikutip dalam Nurgiyantoro (2010:176-194) antara lain sebagai berikut :
1.      Tokoh Utama
Tokoh utama adalah tokoh yang paling diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan, tokoh utama paling dominan diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Bahkan dalam novel tertentu, tokoh utama senantiasa hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap halaman buku cerita yang bersangkutan.
2.      Tokoh Tambahan
Tokoh tambahan merupakan tokoh yang kehadirannya dalam keseluruhan cerita hanya sedikit, tidak dipentingkan, bilamana tokoh tambahan muncul hanya dikaitan-kaitan dengan tokoh utama secara langsung maupun tidak langsung.
3.      Tokoh Protagonis
Dilihat dari fungsi penampilan tokoh. Tokoh protagonsi merupakan tokoh yang dikagumi, yang salah satu jenisnya disebut hero atau tokoh yang merupakan pengejawatantahan norma-norma, nilai-nilai ideal bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan pembaca, permasalahan yang dibawakan seolah-olah mewakili perasaan pembaca. Demikian juga dengan cara menyikapi permasalahnya, seolah-olah sesuai dengan masalah yang ada pada diri pembaca.
Di tiap penampilannya, tokoh protagonis menarik simpati dan empati  pembaca, sehingga penikmat terhipnotis dengan karakter yang ditampilkan dari berbagai peristiwa, baik dalam menyelesaikan konflik dan atau mengambil keputusan.
4.      Tokoh Antagonis
Dilihat dari fungsi penampilan tokoh. Tokoh antagonis merupakan tokoh jahat yang selalu menimbulkan konflik dalam cerita, ini biasanya terjadi ketika adanya gesekan-gesekan atau konflik yang terjadi antara tokoh protagonis yang berseberangan dengan pandangan atau nilai-nilai yang dibawa oleh masing-masing tokoh tersebut.
5.      Tokoh Sederhana
Tokoh sederhana merupakan tokoh yang dalam bentuk aslinya, adalah tokoh yang memiliki satu kualitas pribadi tertentu, satu sifat watak tertentu. Biasanya sebagai tokoh manusia, ia tidak diungkap secara keseluruhan tentang kehidupannya.
6.      Tokoh Bulat
Tokoh bulat, tokoh kompleks, berbeda halnya dengan tokoh sederhana. Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya, dan jati dirinya. Tokoh bulat, bisa saja memiliki watak dan tingkah laku bermacam-macam, bahkan mungkin seperti bertentangan dan sulit diduga.
7.      Tokoh Statis
Tokoh statis atau yang disebut dengan static character adalah tokoh cerita yang esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tetap, tak berkembang sejak awal sampai akhir cerita.
8.      Tokoh Berkembang
Tokoh berkembang atau yang disebut development character adalah tokoh yang mengalami perkembangan dan perubahan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia ( tokoh berkembang ) selalu berinteraksi dengan lingkungan, baik lingkungan alam maupun lainnya, yang kesemuannya itu akan mempengaruhi perwatakan, sikap, dan karakter serta tingkah lakunya.
9.      Tokoh Tipikal
Tokoh tipikal atau typical character adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan indivualitasnya, dan lebih ditonjolkan kualitas pekerjaannya atau kebangsaannya. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan; atau penunjukan terhadap orang, atau kelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga, atau seorang individu yang terikat oleh lembaga, yang ada didunia nyata.


10.  Tokoh Netral
Tokoh netral atau neutral character adalah tokoh cerita yang bereksintensi demi cerita itu sendiri. Ia ( neutral character ) benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi.
b.      Tehnik Pelukisan Tokoh Dalam Novel
Tokoh-tokoh cerita, tidak begitu saja secara serta merta hadir kepada pembaca. Mereka ( tokoh ) harus memiliki media atau sarana yang memungkinkan kehadirannya. Sebagai bagian dari karya fiksi yang universal atau menyeluruh, padu, serta mempunyai tujuan artistik, kehadiran dan penghadiran tokoh-tokoh cerita harus juga dipertimbangkan dan tak lepas dari tujuan tersebut.
Secara garis besar tehnik pelukisan tokoh dalam suatu karya sastra atau lengkapnya seperti pelukisan watak, sifat, sikap, tingkah laku,  dan berbagai hal lainya yang berhubungan dengan jati diri tokoh, dapat dibedakan menjadi dua cara atau tehnik, yaitu tehnik uraian ( telling ) dan tehnik ragaan ( showing ) ( Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010:194 ) atau tehnik penjelasan ( expository ) dan tehnik dramatik ( dramatic ) ( Altenbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro, 2010:194 ) berikut ini penjelasannya :
1.      Tehnik Ekspositori
Merupakan tehnik pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi dirinya, yang mungkin berupa sikap, sifat, tingkah laku, watak, atau bahkan juga ciri fisiknya.
Untuk lebih jelasnya pemaparan diatas, sebagai contoh penulis mengutip cerita Edensor sebagai berikut
 “… langit, kemudi, dan layar, itulah samar ingatku tentang Weh. Tapi di sekolah lama Mollen Bass technise Shool di Tanjong Panda, aku pernah melihat fotonya. Tak bohong orang bilang bahwa dia bukan sembarang, karena Belanda hanya menerima pribumi yang paling cerdas di sekolah calon petinggi tehnik kapal keruk timah itu. Foto kuno itu sudah buram. Weh seorang pemuda yang gagah. Ia bergaya, berdiri condong menumpukkan tubuh kekarnya di atas pemukul kasti… “ ( Hirata, 2008:2 )
2.      Tehnik Dramatik
Penampilan tokoh cerita dalam tehnik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan dalam drama, dilakukan dengan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mengekspresikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh  cerita untuk menunjukan kediriannya sendiri melalui berbagai aktifitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.
Untuk lebih jelasnya, sebagai contoh penulis mengambil kutipan dari novel Menebus Mimpi sebagai berikut :
“ … Murni berusaha menarik tangan Sekar yang masih memeluk istananya hingga berubah bentuk menjadi gumpalan tanah kembali karena memang masih lembek. Melihat itu, Sekar tersedu dan menangis keras. Tiba-tiba Pak Gendut sudah bercak pinggang lagi di belakang Murni. Ia menarik istana itu dengan kuat dan membantingnya ke lantai semen sampai tak berbentuk apa-apa. Bahkan  terpotong-potong. Tangis Sekar kian mengeras membuat Murni semakin panic dan jengkel. Di sisi lain, rasa haru juga muncul karena Sekar berusah keras untuk mempertahankan istananya, dan bahkan mendekapnya lagi walau hanya berwujud gumpalan tanah… “ ( Abidah, 2010:37 )
Dalam wujud penggambaran tokoh menggunakan tehnik dramatik. Penampilan tokoh dapat dilakukan dengan sejumlah tehnik. Dalam sebuah karya fiksi, pengarang biasanya mempergunakan berbagai tehnik itu secara bergantian dan saling mengisi, walau ada frekuensi perbedaan dalam penggunaannya. Berikut ini akan dipaparkan beberapa tehnik wujud penggambaran tokoh dalam tehnik dramatik, antara lain :
a.      Tehnik Cakap
Dalam tehnik cakap biasanya, pengarang menggunakan tehnik dialog untuk menggambarkan watak, tingkah laku, sikap, sifat, serta pola pemikiran dari tokoh yang bersangkutan. Akan tetapi, tidak semua percakapan menggambarakan tokoh, tetapi sedikit tidak sebagai wujud penggambaran plot suatu cerita.
Sebagai contoh percakapan, penulis mengutip dari isi novel Edensor. Percakapan antara Ikal dan Weh
“ … ‘Lemparkan’! hardiknya melihat benda-benda di tanganku. Aku terkejut. Enak saja, tidak adil. Ayahku membawa kebaikan untuknya dan ia sama sekali tak punya basa-basi. Dia bisa menakuti siapa saja, bukan aku. Weh meradang, aku bergeming. “ Keras kepala! Mirip sekali ibumu! “ Ia menibar pokok terunjam, merapatkan perahunya ke pangkalan. Aku melompat dan berdiri tertegun di buritan. Sampai aku pulang kami tak berkata-kata…“   ( Hirata, 2008:3 )



b.      Tehnik Tingkah Laku
Jika tehnik cakapan dimaksudkan untuk menunjukan tingkah laku verbal yang berwujud kata-kata para tokoh, tehnik tingkah laku menyaran pada tindakan yang bersifat nonverbal, fisik. Tindakan serta sikap yang ditunjukan dengan tingkah laku tokoh, menggambarkan atau menunjukan reaksi, tanggapan, sifat, dan sikap yang menggambarkan sifat-sifat pelakunya.
Berikut ini sebagai contoh bentuk tehnik tingkah laku, penulis mengutip contoh dari isi novel Menebus Mimpi sebagai berikut.
“… bawa pulang sana! Tapi jangan lama-lama, cepat kembali lagi. Banyak pesanan yang harus diselesaikan. Kamu disini bukan untuk momong anak, tapi kerja, ngerti! Tak potong gajimu nanti!. Sembari marah dan berkacak pinggang, Pak Gendut, panggilan sehari-hari pemilik usaha gerabah dari tanah liat itu tampak merah wajahnya, lalu melenggang pergi dengan langkah kaki perkasa…” ( Abidah, 36 : 2010 )

c.       Tehnik Pikiran dan Perasaan
Keadaan dan perasaan tokoh serta pikiran yang melintas dipikiran dan perasaan, serta sesuatu yang sering dipikir dan dirasakan oleh tokoh, dalam banyak hal akan mencerminkan sifat-sifat kediriannya jua. Bahkan, pada hakikatnya tingkah laku dan perasaan serta pikiranlah yang kemudian diejawantahkan menjadi tingkah laku verbal dan nonverbal itu.


Sebagai contoh, penulis mengutip cerita dari novel Edensor sebagai berikut :
“… Ayah yang pendiam hanya menatapku putus asa. Dalam keadaan ini, biasanya Ayah menaikku ke tempat duduk belakang sepeda Forevernya, mengikat kakiku ke tuas bawah sadel dengan saputangannya agar tak terlibas jari-jari ban, lalu memboncengku ke bendungan PN Timah. Sepanjang jalan Ayah menasehatiku tentang kedamaian hidup seperti contohkan burung-burung prenjak berdasi, capung-capung, dan kaum kecebong. Pulangnya aku dibelikan tebu yang ditusuk tangkai-tangkai lidi. “ ( Hirata, 2008:19 )
d.      Tehnik Arus Kesadaran
Tehnik arus kesadaran atau stream of consciousness merupakan tehnik yang berkaitan dengan tehnik pikiran dan perasaan. Keduanya tidak dapat dibedakan secara dipilah, atau memang dianggap sama karena memang sama-sama menggambarkan bathin tokoh.
e.       Tehnik Reaksi Tokoh
Tehnik reaksi tokoh dimaksudkan sebagai reaksi terhadap suatu kejadian, peristiwa, masalah, keadaan, kata, dan sikap tingkah laku orang lain, sebagainya yang berupa rangsangan dari luar diri tokoh yang bersangkutan.
f.       Tehnik Reaksi Tokoh Lain
Dimaksudkan sebagai reaksi yang diberikan oleh tokoh lain terhadap tokoh utama, atau tokoh yang dipelajari kediriannya, yang berupa pandangan, pendapat, sikap, komentar, dan lain-lain.


g.      Tehnik Pelukisan Latar
Suasana latar ( tempat ) sekitar tokoh juga sering dipakai untuk melukiskan kediriannya. Pelukisan suasana latar dapat lebih mengintensifkan sifat kediran tokoh seperti tang telah diungkapkan dengan berbagai tehnik yang lain.
h.      Tehnik Pelukisan Fisik
Keadaan fisik seseorang sering berkaitan dengan keadaan kejiwaannya, atau paling tidak, pengarang sengaja mencari dan memperhubungkan adanya keterkaitan itu.
3.      Cara Mengidentifikasi Tokoh
Tokoh cerita, utama ataupun tambahan, sebagaimana dikemukan, hadir ke hadapan pembaca tidak sekaligus menampakkan seluruh kediriannya, melainkan sedikit demi sedikit sejalan dengan kebutuhan dan perkembagan cerita. Pada awal cerita, pembaca belum mengenal tokoh, namun sejalan dengan perkembangan cerita pula, pembaca akan menjadu semakin kenal dan akrab.
Proses pengenalan kedirian tokoh cerita secara lengkap; biasanya, tidak semudah yang dibayangkan orang. Apalagi tokoh itu bersifat kompleks, sedang yang sederhana sekalipun juga dibutuhkan ketelitian dan kekritisan di pihak pembaca. Untuk mengenali secara lebih baik tokoh-tokoh dalam cerita, ada beberapa prinsip yang harus kita lalui, antara lain :
a.      Prinsip Pengulangan
Tokoh cerita yang belum kita kenal, akan menjadi akrab dan kenal jika kita dapat menemukan dan mengidentifikasi adanya kesamaan sifat, sikap, watak, dan tingkah laku pada bagian-bagian selanjutnya. Kesamaan itu bisa saja dilakukan dengan tehnik dialog, tindakan, arus kesadaran, ataupun yang lain.
Prinsip pengulangan biasanya untuk menekankan dan atau mengintensifkan sifat yang menonjol sehingga pembaca dapat memahami dengan jelas. Prinsip pengulangan sangat penting untuk mengembangankan dan mengungkapkan sifat kedirian tokoh cerita.
b.      Prinsip Pengumpulan
Seluruh kedirian tokoh diungkapkan sedikit demi sedikit dalam seluruh cerita. Usaha pengidentifikasian tokoh, dengan demikian, dapat dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang tercecer dalam seluruh cerita, sehingga akhirnya diperoleh data yang lengkap. Pengumpulan data yang berserakan ini, dimaksudkan untuk dikumpulkan menjadi satu, sehingga saling melengkapi dan menghasilkan gambaran yang padu tentang kedirian tokoh yang bersangkutan.


c.       Prinsip Kemiripan dan Pertentangan
Identifikasi tokoh yang mempergunakan prinsip kemiripan dan pertentangan dilakukan dengan memperbandingkan antara seorang tokoh dengan tokoh yang lain dari cerita fiksi bersangkutan. Seorang tokoh mungkin saja memiliki sifat kedirian yang sama dengan tokoh yang lain, namun ada saja perbedaan-perbedaan. Adakalanya kedirian seorang tokoh baru tampak secara jelas setelah berada dalam pertentangannya dengan tokoh yang lain.


BAB III
METODE PENELITIAN

  1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriftif, menurut Jujun S. Suriasumantri 1985 dalam Sugiyono ( 2010:4 ), menjelaskan bahwa penelitian pada dasarnya atau murni adalah penelitian yang bertujuan menemukan pengetahuan baru yang sebelumnya diketahui. Jenis penelitian dalam mengkaji komparasi penokohan dalam novel Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy adalah penelitian kepustakaan yakni kontent analisis, peneliti memaparkan keberadaan persamaan dan perbedaan tokoh dalam novel Edensor dan Menebus Mimpi dengan teori deskriftif kualitatif. Penelitian deskriftif kualitatif merupakan penelitian yang tidak disertai dengan angka-angka statistik melainkan terbatas pada penganalisisan katagori dan konsep.
  1. Data dan Sumber Data
1.      Jenis Data
Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan yaitu data primer dan data skunder. “ Data primer adalah data utama, yaitu data yang diseleksi atau yang diperoleh langsung dari sumbernya tanpa perantara “. ( Siswantoro, 2010:70 ). Data primer dalam penelitian ini yakni pelukisan penokohan dan kaitannya dengan unsur-unsur pembangun dalam novel “ Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khaelieqy “
“ Data skunder adalah daya yang diperoleh secara tidak langsung lewat perantara, tetapi bersandar pada katagori atau parameter yang menjadi rujukan “. ( Siswantoro, 2010:71 ). Data skunder dalam penelitian ini yakni dokumentasi berupa catatan, transkrip, buku, majalah, agenda, dan sebagainya.
Jadi data primer dalam penelitian ini adalah pelukisan penokohan dengan kaitannya dengan unsur – unsur pembangun dalam novel Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy sedangkan data skunder dalam penelitian ini adalah berupa arsip perpustakaan, buku, dan makalah ilmiah yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.
2.      Bentuk Data
Bentuk data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kata-kata atau kalimat-kalimat  yang berkaitan dengan karakter, sikap, sifat, dan perilaku tokoh dalam novel Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalaeqy.
3.      Sumber Data
Adapun yang menjadi sumber data dalam penelitan ini adalah novel Edensor karya Andrea Hirata dan menebus mimpi karya Abidah El Khalieqy dengan identitas sebagai berikut :
a.       Novel Edensor Pengarang Andrea Hirata, Penerbit PT Bentang Pustaka, Cetakan Ketujuhbelas, Oktber 2008, Tebal xii + 290 hlm; 20,5 cm, Warna sampul hitam kombinasi abu-abu
b.      Novel Menebus Mimpi Pengarang Abidah El Khalieqy, Penerbit Qalbymedia, Cetakan Keempat, Mei 2010, Tebal xvi + 304 hlm; 13,5 x  20 cm, Warna sampul Kunig Emas
  1. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan yang digunakan dalam penelitan ini adalah menggunakan 3 metode yaitu :
1.      Studi Pustaka
Dalam penelitian ini tehnik digunakan untuk mengumpulkan data yaitu mempelajari novel Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy melalui kegiatan membaca berulang-ulang sampai masalah yang menjadi pokok permasalahan ditemukan.
2.      Observasi
Adalah peninjauan secara cermat, pengamatan hal. Peneliti mengamati bagian-bagian cerita yang dijadikan sebagai data penelitian sesuai dengan fokus kajian dan mendukung analisis yang berkaitan dengan studi komparasi penokohan dalam novel Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy
3.      Pencatatan
Dalam pengumpulan data, peneliti memilah dan memilih isi bacaan yang mendukung analisis data. Dalam hal ini, peneliti mencatat bagian-bagian penting yang berkaitan dengan komparasi penokohan yang terdapat dalam sumber data
  1. Tehnik Analisi Data
Dalam penelitian ini tehnik analisis data yang digunakan adalah deskriftif kualitatif, yaitu tehnik yang menggambarkan dengan kata-kata atau kalimat, dan dipisahkan menurut katagori untuk memperoleh suatu simpulan.
Dalam menentukan langkah-langkah analisis data, peneliti menempuh beberapa tahapan. Adapun tahapan tersebut sebagai berikut.
1.      Mengidentifikasi
Tahapan ini, peneliti mencatat atau mengutip data-data yang berkaitan dengan fokus kajian dalam novel Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalaeqy.
2.      Klasifikasi
Pada langkah ini peneliti menentukan data-data yang telah diidentifikasi dengan fokus kajian dan mendukung analisis yang berkaitan dengan komparasi penokohan dalam novel Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy

3.      Interpretasi
Pada tahapan ini peneliti menginterpretasi atau menafsirkan data-data yang telah diidentifikasi sesuai dengan fokus kajian dan mendukung analisis yang berkaitan dengan komparasi penokohan dalam novel Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy
  1. Tehnik Penyajian Data
Tehnik penyajian hasil penelitian ini disajikan dengan tehnik deskriftif kualitatif yaitu data. Data yang diperoleh disajikan menggunakan kata-kata atau kalimat untuk menambah informasi yang ada. Adapun langkah-langkah peneliti untuk mendeskrifsikan dengan menjelaskan bentuk karakter tokoh dan komparasi tokoh dalam novel Edensor karya Andrea Hirata dan Menebus Mimpi karya Abidah El Khalieqy, sehingga mendapatkan pemahaman secara menyeluruh.