Kamis, 27 Desember 2012

konsep kepemimpinan


PEMIMPINKU, PENJARA PRIBADIKU
Kepemimpinan dalam konsep yang tidak asing lagi dalam buku serta referensi yang mudah kita dapatkan di toko buku, memiliki banyak definisi yang diungkapkan oleh beberapa ilmuwan. Kepemimipinan yakni proses membentuk kepribadian atau karakter. Dalam ilmu tata bahasa kepemimpinan memiliki kata dasar ( root word ) berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek, dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi.
Pemimpin mempunyai tanggungjawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga  menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan dalam menjalankan kepemimpinannya. Mengutip definisi dari  H. Gerth &C.W. Mills “Character and Social Structure” Kepemimpinan dalam arti luas adalah suatu hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin dalam mana pemimpin lebih banyak mempengaruhi dari pada dipengaruhi; disebabkan karena pemimpin menghendaki yang dipimpin berbuat seperti dia dan tidak berbuat lain yang dimaui sendiri. Pendapat yang disampaikan diatas memiliki banyak realitas dalam kehidupan kita sehari-hari baik di dalam dunia politik, organisai, instansi pemerintahan maupun dalam lingkup pendidikan.
Pemimpin dewasa ini, hanya berdiri pada kekuasaannya untuk memerintahkan saja tanpa melihat kondisi riil di lapangan dan tanpa mempertimbangkan apa yang sudah dikerjakan karyawannya. Kecendruangan pemimpin bersikap otoriter atau memiliki egoisitas untuk selalu di dengar dan tidak mau mendengar. Sekarang yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk pemimpin dari ketiga tipe kepemimpinan yakni pemimpin  yang dominan demokrtis, otokratis atau Dis Paire ?. Sehingga mitos beberapa abad yang lalu bermunculan dan menjadi boomerang bagi bawahan yang mengharapkan sesuap nasi dari pekerjaanya, namun nyatanya tidak menghasilkan apa-apa.
 Mitos pemimpin adalah pandangan-pandangan atau keyakinan-keyakinan masyarakat yang dilekatkan kepada gambaran seorang pemimpin. Mitos ini disadari atau tidak mempengaruhi pengembangan pemimpin dalam organisasi. Ada 3 (tiga) mitos yang berkembang dimasyarakat,yaitu mitos theBirthright, the For All - Seasons , dan the Intensity. Mitos the Birthright berpandangan bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dihasilkan (dididik). Mitos ini berbahaya bagi perkembangan regenerasi pemimpin karena yang dipandang pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya dilahirkan sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin tidak memiliki kesempatan menjadi pemimpin.
Mitos the For All - Seasons berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi pemimpin selamanya dia akan menjadi pemimpin yang berhasil. Pada kenyataannya keberhasilan seorang pemimpin pada satu situasi dan kondisi tertentu belum tentu sama dengan situasi dan kondisi lainnya. Mitos the Intensity berpandangan bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap tegas dan galak karena pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika didorong dengan cara yang keras.
Pada kenyataannya kekerasan mempengaruhi peningkatan produktivitas kerja hanya pada awal-awalnya saja,  sehingga produktivitas dalam jangka waktu yang panjang tidak bisa kita harapkan. Oleh karena itu sangat miris sekali, jika kita melihat kondisi para pejabat atau pemangku kekuasaan yang menginginkan hasil secara instant tanpa mempertimbangkan dampak yang akan timbul kedepan. Hal Ini biasanya disebabkan oleh beberapa factor antara lain :
a.       Pemimpin yang mengedepankan kepentingan sendiri ( Ego ) tanpa mempertimbangkan atau memikirkan kebijakan yang mengorbankan kepentingan orang banyak
b.      Desakan kebutuhan pribadi atau golongan yang hanya memihak dirinya atau golongan saja
c.        Keyakinan yang dimiliki untuk mengubah semua orang untuk mengikuti kemauannya secara instant/praktis/pragmatis
Dari ketiga factor yang diungkapkan penulis diatas, merupakan cirri-ciri pemimpin yang otokratis, yakni hanya mendengarkan dirinya tanpa mendengarkan bawahannya atau lingkungan sekitarnya. Ciri- ciri pemimpin diatas adalah keras kepala, egois, berpikir instant, senang dengan pujian serta tidak senang dibantah. Hal inilah yang harus kita hindarkan, jika kita menginginkan output dari pekerjaan sehingga memuaskan serta dipandang lebih produktif. Dibandingkan produktifitas yang hanya spontanitas dan tidak ada nilai jualnya. Dari pemaparan yang disampaikan penulis, tentunya pemimpin yang bersifat otokratis akan memanjarakan pribadi seseorang ( pegawai/ karyawan ).
 Sehingga pekerjaan yang dilakukan cendrung tidak berasal hati nurani mereka, melainkan hanya sebagai wujud melepas tanggungjawab saja atau bisa saja karyawan bekerja jika pemimpinnya ada di tempat. Agar senantiasa menjaga kesinambungan antara pemimpin dan dipimpin atau dengan kata lain, antara atasan dengan bawahan, harus sama-sama mengedepankan serta melihat kebutuhan,kesejahtran orang banyak. Semoga tulisan ini, menjadi masukan bagi para pejabat, agar tidak menerapkan karakter kepemimpinan yang otoriter, sehingga bawahan menjadi senang bekerja, tidak bekerja asal-asalan atau tidak hanya menggugurkan kewajibannya. Ciptakan kepemimpinan yang demokratis sehingga menghasilkan kualitas dan harga jual tinggi